Henrietta's Corner

Belajar Bahasa Asing Otodidak Aku tuh ya Begini…

Belajar bahasa asing otodidak kayaknya seru nih untuk dibahas. Lagian nih, setelah berminggu-minggu jadi penulis tembak, akhirnya ada waktu luang untuk ngisi blog sendiri. Walaupun ini random banget sih. Tapi semoga ada yang sama-sama nih kayak aku sekarang, belajar bahasa asing – bahasa ke tiga atau ke empat. Apalagi kamu yang belajar bahasa asing sendiri.

Iya, gak salah baca kok, bahasa ke tiga atau ke empat. Karena pada dasarnya, kita orang Indonesia setidaknya sudah bawa bahasa ibu – bahasa Indonesia, kemudian bahasa daerah masing-masing. Setelah itu, seiring berjalannya waktu, kita orang Indonesia perlahan akan familiar dengan bahasa Inggris di kesehariannya. Berarti, kalau dipikir-pikir, kita orang Indonesia keren juga ya? Dari kecil sudah bawa setidaknya dua bahasa, lol.

Kali ini aku mau coba tumpahin pengalaman receh aku selama belajar bahasa asing. (Dalam cerita ini, bahasa yang dipelajari adalah Danish, kurang lebih – lebih sih, 1 tahun).

Disclaimer: Aku bukan pro, belum pro Danish juga, ini beneran sharing pengalaman. Mudah-mudahan ada yang cocok aja ya sama cara belajar aku *crossed finger*

Bahasa Itu Bagai Tahap Pendekatan, Dari Kenal, Jadi “Sayang”

Gara-gara mereka berdua, dari suka aja malah jadi sayang (kiri ke kanan: Mads Mikkelsen, Thomas Vinterberg)

Dulu pernah ada yang kasih tahu aku kalau yang namanya belajar bahasa itu bukan hanya sekadar tata bahasa atau kata. Kalau kamu komit untuk belajar bahasa, setidaknya kamu perlu ada tahap “pendekatan”. Artinya kamu juga perlu kenal bahasanya itu sendiri, caranya dimulai dari mengetahui sejarahnya. Boleh dari akar bahasanya, mulai dari sejarah negaranya, atau dari hal lainnya. Dari tahap pengenalan ini, kamu bisa menumbuhkan rasa senang dan antusias lebih dengan proses belajarnya.

Bisa juga kamu mulai dari menyukai pop culture negaranya, itu juga membantu banget kok untuk menambah antusias belajar ke bahasanya. Dulu, kalau ditanya kenapa aku pengen banget bisa Danish, jawaban aku sederhana “Karena suka Mads Mikkelsen”. Well, malu banget sih setiap ada Danes yang nanya jawabnya itu, ketika umumnya orang ditanya kenapa belajar bahasa karena butuh, jawaban aku begitu. Tapi, sebenarnya dari rasa suka akan pop culture negara asalnya, bikin kita jadi lebih antusias untuk belajar bahasanya.

Siapa sangka pula, berawal dari Mads Mikkelsen, aku jadi suka musik-musiknya, nonton film dan series-nya, dan sekarang aku pun tertarik dengan bahasanya. Dari belajar bahasanya pun aku belajar budaya dan akar bahasanya, antusias belajarnya pun sama dengan antusias pada Mads Mikkelsen. Rasa senangnya juga berbeda dari pertama aku belajar bahasa Perancis dan Esperanto yang cuma modal penasaran. Di sinilah tahap “sayang” dengan bahasa yang kamu pelajari dimulai.

Manfaatkan Platform Gratis Selama Belajar Bahasa Asing Otodidak

Kalau dulu, belajar bahasa asing kayak begini paling tidak ikutan club bahasa atau ikutan les. Karena akses belajar gratis waktu dulu terbatas banget. Belum ada yang namanya Duolingo, Lingo, atau platform lainnya yang sekarang udah gampang banget diakses. Setiap platform belajar juga punya kelebihan sama kekurangan. Aku pribadi saat ini pakai 4 platform, Duolingo, Lingo, Tandem, dan HelloTalk.

Duolingo

Setiap platform sebenarnya fungsinya sama saja, memfasilitasi belajar bahasa dari nol. Namun beda platform, beda juga fungsinya. Duolingo bakal ngenalin kamu dengan bahasa pilihan kamu benar-benar dari kata dasar. Kalau kamu konsisten pakai Duolingo setiap hari, setidaknya Duolingo bakal bantu kamu untuk mengingat kata atau pola kalimat di bahasa tersebut sampai khatam betul. Formatnya juga seru, seperti main game, jadi gak bikin bete.

Selama ini pun aku pakai Duolingo untuk mengingat macam-macam kata dan pola kalimat di Danish. Walaupun memang, untuk bisa fasih dan bisa percakapan, pakai Duolingo aja gak cukup. Jadi, untuk bisa bercakap pakai bahasa asing yang kamu mau, sering-sering latihan menulis dan dipakai bercakap ya!

Lingo

Berbeda dengan Duolingo yang formatnya game dibarengi penjelasan mengenai tata bahasa dasarnya, Lingo akan mengenalkan kalimat-kalimat yang sering digunakan sehari-hari. Tidak hanya membantu menghafal percakapan sehari-hari, Lingo juga memfasilitasi kamu untuk bisa mendengarkan radio dan acara televisi lokal. Seru kan? Jadi kamu tidak hanya belajar bahasa, namun referensi tontonan dan musik kamu juga bertambah.

Aku pribadi pakai Lingo sebagai platform latihan Danish kurang nyaman. Karena sebenarnya materi dan format dari Duolingo sudah lebih dari cukup. Jadi, aku manfaatin fitur lainnya saja, seperti fitur TV atau Radionya. Walaupun sebenarnya untuk Tv, aku sudah cukup pakai DRTV apps aja sih.

Tandem & HelloTalk

Sementara itu, Tandem dan HelloTalk ini yang paling menarik. Apalagi untuk kamu yang senang aktif selancar di dunia maya untuk cari teman baru, nih! Yah, bagaimana pun juga, metode belajar terbaik adalah yang berusaha kamu gunakan setiap hari. Namun, kalau aku belajar bahasa Denmark, tapi raga masih di Indonesia, bingung juga kan pakainya gimana? Nah, kedua platform ini ngebantu banget aku untuk belajar, sekaligus bertemu dengan teman baru dari Denmark.

Iya, basically, Tandem dan HelloTalk adalah platform chat dengan orang baru. Selama tidak disamakan posisinya dengan platform kencan, keduanya terbilang aman kok! Bebas was-was dari orang-orang aneh – walaupun mungkin ada saja sih ketemu dengan orang-orang kesepian (Mon maap, yang begini kick aja ya!).

Tapi, dari kedua platform ini, yang fiturnya lebih canggih, aku bakal pilih HelloTalk sih. Pasalnya, HelloTalk punya fitur latihan harian yang bisa kamu pakai kalau kamu tidak punya dua platform sebelumnya. Fitur terjemahan dan koreksinya bisa bantu kamu untuk bicara menggunakan bahasa yang sedang kamu pelajari.

Meanwhile, Tandem konsepnya hampir mirip seperti dating apps sih, dan fitur untuk bahasanya juga terbatas. Tapi Tandem termasuk lite apps, sehingga tidak boros memori. Yah, ada kualitas, ada “harga” ya.

Baca Juga: Talk About Writing Facts, Fiction, and Fears in Zenobia with Morten Dürr

Nonton, Baca, dan Dengar Penting Selama Belajar Bahasa Asing Otodidak

Belajar bahasa asing otodidak
Salah satu serial Denmark yang ada di Netflix Indo. Ini seru sih, nyesel baru nonton sekarang

Pada satu momen, aku pernah nyimak interview Kim Nam-Joon – salah satu member BTS pernah bilang kalau dia tumbuh dengan sitcom Friends. Sitcom ini pun membantu bahasa Inggrisnya jadi lebih baik. Pengalaman Nam-Joon ini kealamin juga sama aku, semakin sering aku nonton, semakin sering aku dengar dan baca (subtitle), dan pada akhirnya aku terbiasa dengan banyak kalimat atau kata, berdasarkan dari yang aku dengar selama nonton.

Aku selama setahun belajar, film yang aku pilih dari Thomas Vinterberg, Anders Thomas Jensen, dan Susanne Bier. Film mereka genre nya gak jauh dari drama atau komedi, jadi bahasa yang dipakai sehari-hari banget (ye kali bener sehari-hari). Jadi yah, make sure aja film yang kamu tonton bukan film art house atau film yang nyuguhin dialog puisi. Gak mungkin dong kamu nyontoh dialog puitis buat ngobrol sama native speaker? Kan gak masuk, bunda.

Sama seperti nonton film, baca buku dan dengarkan musik (podcast juga oke) juga ngebantu. Kalau baca buku dari bahasa yang kamu pelajari terlalu berat, kamu bisa follow media dari negara yang kamu pelajari bahasanya. Aku pribadi selama belajar Danish baca buku salah satu temanku, buku H.C. Andersen, dan follow akun berita atau media Denmark (aku follow Politiken dan Kino.dk).

Kalau soal musik dan podcast, yah mungkin kamu lebih tahu ya, mudahnya kamu bisa seluncuran di Spotify. Sejauh ini Spotify simpan banyak musik dan podcast terlengkap dari banyak negara. Kalau kamu punya referensi platform lainnya, boleh spill juga di kolom komentar ya!

Jangan Tengsin Untuk Pakai Bahasa yang Kamu Pelajari di Social Media Kamu

Kalau ada yang ngerti dan salah kalimatnya, mohon maap ya, hhe

Cara ini sebenarnya dari aku belajar bahasa Inggris pun sudah aku lakonin. Pada dasarnya memang aku bebal, entah muka tebal, jadi sudah cuek aja mau yang aku tulis salah atau membikin grammar nazi sakit mata. Ternyata, beberapa temenku yang polyglot pun lakonin metode yang selama ini aku lakuin – tulis-tulis di medsos pakai bahasa asing. Nah, setelah metode ini sudah di-approved oleh temenku yang polyglot ini (dan aku lakoni selama ini), aku coba lagi terapin lagi dong untuk belajar Danish.

Dan yah, ngebantu banget sih. Apalagi kalau aku pakai HelloTalk, ada fitur sharing moment aka bikin status macem wall facebook. Di situ, akun native Danish bakal koreksi tulisan aku. Apakah aku insecure pas dapat koreksian pertama kali? Jelas lah, lol. Tapi di sini lah proses belajarnya, sejak aku kenal fitur ini jadinya aku lebih ingat pola kalimat yang selama ini aku tulis salah supaya jangan diulang lagi.

Intinya sih, mulai sekarang buang jauh-jauh tengsinnya, malunya, insecure-nya, dll. Kalau kamu ingin pakai bahasa asing di medsos dan ternyata salah, wajar banget kok. Toh, bahasa Inggris, Danish, atau bahasa lainnya bukan bahasa utama di Indonesia. Kalau salah, ada yang koreksi, itu juga proses belajar yang nantinya bakal kita ingat supaya gak dilakuin lagi di kemudian hari.

Tulis-tulis di medsos pakai bahasa yang kamu pelajari juga membuat kamu “terpaksa” me-recall apa yang sudah kamu pelajari. Jadi, kalau kamu belum punya partner berbicara bahasa asing yang sedang kamu pelajari, cara ini ngebantu juga kok.

Kalau Punya Budget Untuk Les, Kayaknya Udah Join Dari Lama Sih

Setidaknya, kalau les ada yang bantu kerjain latihan soal kan?

Nah, untuk yang satu ini opsi terakhir banget sih. Kalau ditanya “Kan udah cukup nih belajar sendiri, perlu gak sih ambil lagi les?”, tentunya aku akan jawab “IYA BANGET SIH” dengan syarat dan ketentuan berlaku tentunya, lol! Aku gak akan bahas belajar bahasa untuk kebutuhan ya, kalau butuh untuk urusan lanjut studi atau kerja, jelas lah butuh. Kalau ingin sekadar bisa, tentunya tergantung keinginan kamu. Kalau kamu punya budget untuk les dan pengen banget bisa kuasai bahasa yang kamu mau, please ikut les aja.

Kenapa sih aku saranin ikut les? Lembaga pendidikan biasanya sudah punya program atau kurikulum yang tersusun untuk calon pesertanya. Tentunya kurikulum yang disusun tersebut membantu kamu untuk memahami bahasanya itu sendiri dengan baik dan detail. Jadi tidak ada ceritanya skip selama berbicara gara-gara belum paham harus bilang apa, padahal yang ingin ditulis itu fondasi yang perlu kamu tahu.

Apakah aku ngalamin hal itu? Jelas. Aku terlalu fokus dengan tata bahasa yang rumit, sampai aku sendiri lupa untuk pelajari kalimat sederhana seperti cara mengucapkan “sampai jumpa!” atau menyebut angka dari 1 sampai 20. Mungkin kalau di sini ada lembaga yang nyediain belajar bahasa Denmark atau punya budget untuk join online course, aku udah join sih. Ya supaya gak ada kejadian skip lagi kayak kejadian itu.

Basic banget ya? In conclusion, kurang lebih yang aku lakukan selama belajar Danish ya banyak latihan, nonton, dengar, dan ngobrol. Aku juga sadar sih setiap orang mungkin metode belajarnya berbeda. Namun dengan aku coba spill proses belajar aku selama ini, mudah-mudahan bisa membantu kamu yang lagi coba belajar bahasa asing otodidak. Kalau kamu punya tips atau metode belajar lain selama belajar bahasa asing otodidak, boleh juga bagi-bagi tipsnya di kolom komentar. Selamat belajar ya!